PERAN DAN
TANGGUNG JAWAB ORANG TUA UNTUK MASA DEPAN ANAK
PERAN DAN
TANGGUNG JAWAB ORANG TUA UNTUK MASA DEPAN ANAK. Berbicara
menjadi seorang ibu yang baik itu bukan sekedar soal lairan normal atau SC,
ngasih ASI atau campur sufor, bekerja atau tidak bekerja sampai makein diapers
atau tidak. NO! Di balik semua itu, ada tanggung jawab besar yang menanti.
Yaitu mulai dari pendidikan dan moral anak. Dan itu semua enggak gampang.
Saya yakin, setiap orang tua apalagi seorang
ibu pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang baik dan berprestasi. Etapi,
untuk mewujudkan semua itu enggak segampang membalikkan telapak tangan. Dan
yang perlu kita sadari, #bedaanakbedapintar. Kita enggak bisa juga loh meniru
pola asuh orang lain. Selain #bedaanakbedapintar, keadaan seorang satu dengan
seorang yang lain itu berbeda.
Dan beberapa berita di timeline facebook yang akhir-akhir ini menurut saya viral
banget adalah soal Awkarin (anak yang berprestasi tapi terlalu vulgar di
medsos), terus ada pula anak usia 6 tahun yang terkena gangguan jiwa lantaran
terlalu difosir sama ibunya untuk belajar dan belajar, yang seperti itu salah
siapa? Orang tua? Keadaan? Lingkungan? Lantas, pantaskah kita menghujat Awkarin?
Menghujat sang ibu? Ah, orang tua mana sih yang ingin anaknya gila?
Saya yakin, sekali lagi saya yakin, setiap
orang tua pasti menginginkan anak yang baik dan berprestasi. Hanya saja, terkadang
cara mendidik orang tua itu tidak sesuai dengan keinginan anak, anak merasa
tidak nyaman etapi takut jujur sama orang tua, takut dimarahi, atau orang tua
terlalu mendikte layaknya diktator dan lain sebagainya.
Banyak sekali faktor yang menyebabkan anak
yang baik kemudian nakal, seperti kurang dekatnya anak dan orang tua secara
emosional, lingkungan yang bermula ikut-ikutan, kepo tingkat tinggi, sampai
dengan perkembangan teknologi.
Mendidik anak
agar menjadi anak yang baik
Saya itu seorang ibu muda yang masih awam
sekali dalam dunia mendidik anak, mengasuh anak. Anak saya baru 20 bulan, so kalau ditanya bagaimana cara mendidik
anak yang baik itu bagaimana, saya baru bisa menjawabnya secara teori (itupun
saya belajar dari beberapa teman dari dunia nyata dan dunia maya, serta
menengok masa anak-anak saya), etapi kalau ditanya secara mempraktekkannya?
Saya belum bisa menjawabnya, karena pada kenyataannya mendidik anak itu
syulittt. Contoh kecilnya saja belajar untuk tidak memanjakan dan berkata
TIDAK, saya belum bisa. Anak saya minta apa-apa, sebisa mungkin saya turuti.
Anak saya ingin itu, ngajak begini, masih saja saya turuti. Padahal sepenuhnya
saya sadar, menuruti semua keinginan anak itu bukan hal yang baik. Lantas,
kenapa saya tetap menurutinya? Karena saya terlalu menyayangi anak saya dan
enggak ingin dia kecewa.
Etapi tak berhenti di situ, saya belajar dari
banyak kasus, seperti kasus Awkarin, sampai bejar dari kasus dari anak 6 tahun
yang terkena gangguan jiwa itu, yups saya belajar dan berusaha menjadi ibu yang
bisa mengerti anak, ibu yang ingin mengasuh anaknya bukan dengan keegoisan
semata tetapi mengasuh anak sesuai keadaan anak dan diri sendiri.
Dan saya juga enggak menyalahkan ibu-ibu
mereka. Saya enggak menyalahkan mereka termasuk Awkarin. Karena kembali lagi, setiap
manusia mempunyai jalan hidpnya sendiri dan mereka punya hak ingin menjadikan
dirinya seperti apa. Sebagai orang yang juga banyak kesalahan, saya sih bisa
maklum. Tapi alngkah baiknya jika memperbaiki diri ke arah yang lebih baik. Dan
menurut saya sih, kita juga enggak berhak kalau menghakiminya. Toh kita enggak
pernah tahu alasan dia kayak gitu kenapa, gimana latar belakang keluarganya. Karena
itu ngaruh banget.
Belajar
Menjadi Ibu Yang Baik Ala Mama Juna
1.
Bekali agama yang kuat
Jika Anda
bertanya apakah ilmu agama saya tinggi sampai saya bisa menyebut soal agama,
ilmu keagamaan saya itu masih seumprit dan harus banyak belajar. Tapi bagi
saya, ilmu agama itu adalah dasar dan seorang anak harus diajari sedini
mungkin. Mulai dari mengenal Tuhannya sampai urusan dosa.
Yups, saya
enggak bisa bohong, anak yang kenal agamanya, takut dosa, mau nakal juga
mikir-mikir. Saya sendiri pernah berada dalam posisi itu, kok.
Menilik masa remaja yang sempat salah bergaul
Jangan tanya
masa SD dan SMP saya, saya pendiam. Enggak banyak gaul dan malah terbilang katrok. Sementara masa SMA bisa dibilang
berubah drastis, secara ke sekolah sudah bawa motor sendiri dan sekampung
enggak ada tuh teman yang sekolahnya sama dengan tempat saya sekolah. Merasa
bebas, iya.
Dan saya
yang aslinya emang suka temenan sama siapa saja, saya pernah salah bergaul. Padahal
ada ya hadist Rasulluloh : “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang
penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan
memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan
kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai
besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau
tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim
2628).
Etapi saya
malah menghiraukan itu hadist dan selalu yakin, temenan sama siapa saja enggak
perlu membedakan. Padahal, berteman itu
ngaruh banget. Ya, saya pernah berteman sama berandalan, sahabat saya perempuan
tapi miras, ngerokok, pernah icip-icip narkoba sampai freesex. Etapi saya tahu, dia kayak gitu karena broken home. Dan tahu enggak, saya
gegara itu berani nyoba ngerokok, iya coba ajah dan engak habis sebatang. Untuk
yang lainnya? NO, saya enggak coba-coba apalagi freesex. Saya masih takut zina dan hamil di luar nikah.
Sahabat
perempuan saya itu ngingetin saya, dia udah terlanjur rusak dan sulit
diperbaiki (padahal waktu itu masih SMA), saya yang masih alim menurut dia
jangan sampai kayak dia, jangan suka coba-coba suatu hal yang enggak benar. Dan
itu tamparan keras buat saya, iya juga? Lagian apa untungnya sih ngerokok,
miras, freesex?
Dan karena
teman saya banyak, ada juga teman yang alim banget dan ngajakin saya ikut ekskul keagamaan. Nah, dari 2 sisi yang
berlawanan arah, saya bisa kan mengambil mana yang baik dan mana yang buruk
buat saya. Dari sahabat perempuan yang rusak, enggak sebaiknya saya jauhi tapi
saya rangkul dan seharusnya saya bawa dia ke jalan yang benar, bukannya saya
malah ikut-ikutan. Buat teman yang baik, harusnya saya berterima kasih karena
sudah diingatkan. Dan Alhamdulillah, saya bisa melewati masa-masa SMA yang
labil itu.
Selepas itu,
saat saya kuliah, saya bisa dibilang kembali salah gaul. Gimana enggak, teman
saya freesex dan mengibaratkan
semakin sering ganti pacar itu semakin keren. Sementara saya jomblo booo dan
penganut kalau keperawanan itu adalah segalanya. Yups, saya meski pernah
pacaran tapi enggak pernah neko-neko. Saya penganut pacaran pake hati alias
cinta. Saya pernah diselingkuhin gegara enggak mau ciuman dan tahu enggak, saya
ngerasain pacaran ciuman itu juga sama lelaki yang sekarang jadi suami saya,
whahahaha. Padahal saya tahu, dia pernah ciuman sama mantan-mantannya dan saya
selalu intograsi dulu pacaran ngapain ajah. Dan saya tahu itu, soalnya saya
benar-benar menuntut kejujuran dari dia. *buat
barisan mantan suami saya, gpp kok mbak-mbak, meski hal itu pernah bikin saya dan suami berantem juga. Hehehe.
Kala itu,
saya dibilang sok suci. Sempat loh saya mikir, apa cowok suka cewek gampangan.
Etapi kembali lagi, Tuhan kayak ngirim malaikatnya gitu, ada teman dengan
agamanya yang tinggi ngingetin saya. Tetap berpegang teguh sama prinsip dan
jadi diri sendiri. Jangan malu ngejomblo dan selalu jaga sholatnya, kalau perlu
puasa.
Dan sampai
akhirnya saya kenal sama lelaki yang sekarang jadi suami saya. Iya, dia pengen
banget tuh punya pacar yang belum pernah pacaran, nah padahal saya mah
sebelumnya udah pernah pacaran. Katanya sih, dia mau cewek yang bener0bener
enggak pernah disentuh cowok (dalam artian pacaran neko-neko sampai ciuman). Okey,
gue berani jamin gue pacaran sehat no neko-neko, tapi apa kamu juga gitu?
Tahu enggak,
hidup berpondasikan agama, memang membuat kita mikir, dan sebisa mungkin
menjaga sikap. Sholat, puasa, ikut pengajian, baca Al Qur’an, semua itu banyak
banget manfaatnya dan alangkah baiknya kebiasaan itu dikenalin ke anak sedini
mungkin.
2.
Peran Orang Tua
Jadi orang
tua itu enggak mudah. Gimana sih caranya biar anak menjadi baik dan berprestasi
tapi dia tetap merasa nyaman? Gimana caranya agar anak segan ke kita tapi
enggak takut buat jujur? Dan gimana-gimana yang lainnya...
Kembali
sedikit bercerita, saya itu dulu adalah anak yang takut banget jujur ke orang
tua. Saya takut dimarahin dan enggak jarang saya memilih ngebohong. Bohong soal
main tapi bilang belajar lah, bohong minta uang buat beli buku padahal buat
nambah uang jajanlah, ya banyak bohongnya karena takut kalau jujur itu entar
bakalan kena omel. Tapi itu dulu, beda dengan semenjak saya dewasa dan sampai
saat ini, jujur itu kadang memang membuat orang tua marah, tapi seenggaknya
saya lega. Bahkan sekarang saya mah ada apa-apa selalu cerita ke orang tua. Hal
apapun, etapi juga punya ruang privasi sendiri sih yang enggak saya ceritain ke
orang tua dan cukup saya obrolin ke suami.
Dan dari
pengalaman masa muda saya itu, saya juga ngingetin ke orang tua, jangan
sering-sering marahin adaik saya yang masih SMA, apalagi kalau dia udah mau
jujur. Soalnya pernah tuh orang tua marah gegara adik saya pulang malam padahal
ikut kegiatan sekolah, pernah pula tuh minta izin main tapi malah dimarahin. Ya
saya sih Cuma bisa bilang, Pak, Bu,
jangan dikengkang. Entar anak malah suka bohong. Lebih baik sih nanya
baik-baik, kenapa pulang malam dan main sama siapa. Dan kalau perlu sih kenal
juga sama teman-temannya adik saya serta punya kontaknya.
Dan Alhamdulillah
sih, masa remaja adik saya enggak senakal saya. Iya, saya nakal tapi saya
enggak seheboh Awkarin. Lagipula Boyolali itu kan ndeso, enggak metropolitan, jadi pengaruh dong.
Kenakalan saya
itu juga Cuma soal suka ngelayab, nongkrong-nongkrong itupun sampai sore, wong saya enggak pernah keluar malam
kok, dan berpakaian dulu sih suka pake celana pendek, rok mini, atasan juga
sedikit terbuka sih.
Etapi soal
miras, rokok, narkoba sampai freesex
sih, NO. BIG NO!
Kembali lagi
ke topik, orang tua itu adalah guru pertama bagi pendidikan seorang anak. Benar
enggak? Secara orang tua itu loh yang ngajarin kita belajar ngomong, belajar
jalan, belajar makan dan belajar yang lainnya.
Makanya, peran orang tua bagi perkembangan masa depan itu penting
banget. Membangun kedekatan emosional sangatlah penting. Hmm, menurut saya sih orang
tua harus bisa jadi panutan serta jadi teman buat anak.
Kalau menilik
masa lalu saya itu, meski nakalnya sih masih wajar ya, tetap saja saya malu
loh. Cewek kok berani coba-coba ngerokok, padahal suami saya ajah no rokok. Etapi
kalau soal pacaran? Saya mah lebih baik dari gaya pacaran suami. LOL.
Selain itu,
peran orang tua dalam pendidikan anak adalah jangan mendidik anak semau kita
saja, etapi juga nyari tahu, anak itu nyaman dididik dengan cara yang gimana
sih? Sebagai orang tua kita enggak bisa egois, memaksa anak biar bisa ini itu
alhasil malah anak jadi tertekan. Terus maksa anak supaya bisa ini itu padahal
bakatnya bukan itu. Bahkan menurut saya, memilih sekolahpun juga harus
didiskusikan sama anak juga sih. Soalnya pernah ya, sepupu saya itu maksa
anaknya di sekolah favorit yang pulangnya sampai sore, etapi anaknya enggak
kuat dan pemikirannya juga tertinggal sama teman-temannya, akhirnya enggak nyaman
dan di sekolah hobinya malah nyari masalah hingga dikeluarkan.
3.
Lingkungan
Lingkungan juga
berpengaruh loh. Soalnya, ada juga tuh anak yang dibekali agama kuat, dididik
disiplin, etapi karena lingkungan kurang baik akhirnya jadi enggak baik.
Lingkungan enggak
Cuma lingkungan rumah saja, etapi juga lingkungan sekolah. Makanya, saat ramai
hastag #haripertamasekolah di mana orang tua dihimbau mengantarkan anakny ke
sekolah terus kenalan sama guru-guru di sekolah, saya senang banget. Soalnya hal
wajib sih menurut saya kalau orang tua dan guru itu mempunyai hubungan baik dan
saling berkomunikasi.
4.
Teknologi
Perkembangan
teknologi semakin hari semakin canggih. Bahkan anak kecil saja sudah paham
gadget, termasuk anak saya sih. Dan enggak bisa dipungkiri kalau perkembangan
teknologi itu ngaruh banget loh buat perkembangan anak. Mudahnya mengakses
informasi, banyaknya berita-berita yang terkadang hoax, mewabahnya sosial media yang terkadang hanya dijadikan ajang
pamer saja, sampai tontonan televisi yang enggak mendidik.
Bagi saya,
perkembangan teknologi ini menjadi dilema. Iya, maunya enggak ngasih gadget,
enggak ngizinin nonton tivi, tapi nanti anak ketinggalan zaman sama
teman-temannya. Etapi kalau dibebasin? Apalagi anak yang belum bisa menyaring
mana yang benar dan mana yang salah?
Solusinya adalah
awasi anak dalam menggunakan gadget dan nonton tv. Kalau perlu sih didamping
bahkan dinasehati, ini yang baik dan boleh ditiru, itu enggak baik dan jangan
ditiru.
Yups, 4 hal itu sepertinya yang harus saya
pelajari untuk mendidik anak saya. Etapi kalau ada saran dan kritik dari
bapak-abapak atau buibu khususnya, saya sih menerimanya dengan senang hati. Soalnya
saya juga sedang tahap belajar menjadi seorang ibu.
Buat yang mau ngasih saran atau solusi, bisa
kirim email ke :witinduz2@gmail.com
NB : Postingan ini adalah penilaian menurut
saya. Jika ada salah kata, mohon dimaafkan.
14 Comments
Setuju bangeeet Mama Juna. Menjadi ibu/orangtua memang sama sekali nggak mudah. Tambahan dari aku sih, jangan pernah bosan untuk belajar. Beruntung kita hidup di jaman sekarang yang ilmu banyak bertebaran. Seminar parenting atau seminar keluarga juga banyak. Tinggal kita pilih yang sesuai dengan keluarga/anak kita.
ReplyDeleteYuk ah, sama-sama belajar :)
Betul banget... pokoknya jangan mudah berpuas diri... hehehe
Deletebelajar belajar dan belajar...
Tips dan opini mahmud yang keren
ReplyDeleteTerima kasih, Mak :)
DeletePanjang banget artikelnya mam juna, smpai capk bacanya..tanks sudah berbagi cerita
ReplyDeletehehehe... maafkeun
Deletekalau cerita suka kepanjangannn
Makasih tips2nya. Semoga anak2 tetap baik sampai dewasa. Aamiin.
ReplyDeleteAamiin... sama-sama Mbak dan terima kasih sudah mampir :)
DeleteTerima kasih tips dan penjelasannya bunda, ini menjadi sedikit pencerahan bagi saya sebagai orang tua baru,,,
ReplyDeleteSama-sama Bunda, :)
DeleteYg jelas jd orangtua ga ada sekolahnya dan tantangannya makin kesini makin beraat bgt ya mbak. Moga2 kita bisa jd ortu yg baik buat anak2 kita
ReplyDeleteyang paling susah kalau menurut saya sih pintar2 ngasuh anak dari perkembangan teknologi, prihatin juga sebetulnya liat anak kecil jaman sekarang mainnya cuma sama gadget doang tanpa ada teman yang nyata di sekitarnya..
ReplyDeleteBisa jadi reperensi nih kalo udah punya calon yang jadi isteri terus punya anak
ReplyDeletepara orsng tua wajib baca nih,kadang ada orang tua yang salah mendidik anaknya
ReplyDelete